Mengejar Peretas hingga Jakarta

Sabtu, 17 Januari 2015 - 13:33 WIB
Mengejar Peretas hingga...
Mengejar Peretas hingga Jakarta
A A A
Inilah Blackhat , film yang tahun lalu membuat heboh publik Jakarta karena bintang utamanya, Chris Hemsworth, melakukan kegiatan syuting di Ibu Kota. Film ini makin banyak dibicarakan karena disutradarai Michael Mann, sineas Hollywood yang beken lewat serial Miami Vice, film The Last of The Mohicans (1992), Heat (1995), Ali (2001), dan Collateral (2004).

Publik Jakarta boleh bangga untuk satu hal itu. Namun, kebanggaan tersebut akan bertambah jika film ini punya kualitas yang bagus. Sayangnya, Blackhat jauh dari standar tersebut. Blackhat adalah film tentang cybercrime dan peretas tingkat internasional. Dalam pembuka film ini, si peretas melakukannya dengan hasil akhir meledaknya sebuah pembangkit tenaga nuklir di China.

Menyusul kemudian, mengacak-ngacak bursa saham di Amerika hingga harga kedelai melonjak naik. Aparat di dua negara itu lantas bergerak cepat. Pertama, untuk menghentikan aksi peretasan tersebut. Kedua, mencari tahu motifnya. Pertanyaannya, mungkinkah Amerika dan China bekerja sama demi menangkap sang peretas? Karena film ini dimaksudkan sebagai film cybercrime tingkat global, jawabnya adalah “ya”.

Jadi, kita menemukan ahli cybercrime Chen Dawai (Leehom Wang) dan adik perempuannya, Lien Chen (Wei Tang) bekerja sama dengan Carol Barret (Viola Davis). Chen lalu menemukan fakta bahwa salah satu virus yang digunakan si peretas adalah virus buatan rekan kuliahnya dulu di MIT, yaitu Nicholas Hathaway (Chris Hemsworth).

Hathaway yang kini dipenjara karena membobol sebuah bank, Chen pun meminta Carol melepaskannya. Awalnya pihak Amerika keberatan, tapi apa boleh buat, akhirnya Hathaway masuk dalam tim. Mereka berkeliling, dari China ke Los Angeles, lalu ke Malaysia, hingga berakhir di Jakarta, demi menangkap si penjahat dunia maya. Sebagai sebuah film hiburan, Blackhat sudah gagal memancing rasa penasaran penonton sejak film dimulai.

Adegan pembukanya tidak nendang dan adeganadegan berikutnya terasa datar tanpa emosi. Saat durasi makin berjalan dan karakter-karakternya sudah sibuk mencari motif si peretas, penonton tetap tidak menemukan ketertarikan atau rasa penasaran untuk mengetahui kisahnya lebih lanjut. Selain skenario buatan Mann dan Morgan Davis Foehl yang terasa hampa, kesalahan juga datang dari pembentukan karakter para pemainnya.

Kecuali Viola Davis, ketiga pemeran utamanya termasuk Hemsworth berakting seperti mayat hidup. Karakter-karakternya membosankan dan klise. Bahkan hubungan percintaan antara Hathaway dan Lien terasa sekali sangat dipaksakan demi kebutuhan sajian adegan romansa dalam film.

Bagaimana dengan adegan laganya? Siapa pun tak meragukan kemampuan Mann dalam menggarap film laga. Serial fenomenalnya, Miami Vice , adalah contoh klasiknya. Namun, dalam Blackhat kelihaian itu seperti hilang tak berbekas. Adegan kejar-kejaran dan tembaktembakan terasa datar. Beberapa adegan yang menggunakan kamera handheld sebenarnya cukup memberi nuansa dinamis, namun beberapa kali pergantian kamera yang terasa kasar terlihat dari perubahan kualitas gambar di layar mengganggu mood menonton.

Bagi penonton Indonesia, satusatunya hal yang membuat penasaran adalah menunggu seperti apa adeganadegan yang mengambil lokasi syuting di Jakarta. Sayangnya, syuting yang dilakukan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Tanah Abang, dan area Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng muncul pada akhir film. Artinya, jika ngotot ingin melihatnya, penonton harus kuat menonton adegan-adegan sebelumnya yang tanpa rasa.

Herita endriana
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0894 seconds (0.1#10.140)